Pendekatan Pengembangan Kurikulum

Ada dua pendekatan yang dapat diterapkan dalam pengembangan kurikulum. Pertama pendekatan Top Down atau model administratif, yaitu pendekatan dengan sistem komando dari atas ke bawah dan kedua dari model Grassroots, atau pengembangan kurikulum yang diawali oleh inisatif dari bawah lalu disebarluaskan pada tingkat atau skala yang lebih luas, dengan istilah singkat sering dinamakan pengembangan kurikulum dari bawah ke atas.
1.      Pendekatan Top Down
Dikatakan pendekatan Top Down, disebabkan pengembangan kurikulum muncul atas inisiatif para pejabat pendidikan atau para administratur atau dari para pemegang kebijakan ( pejabat) pendidikan seperti Dirjen atau para Kepala Dinas. Selanjutnya dengan menggunakan semacam garis komando, pengembangan kurikulum menetes ke bawah. Oleh karena dimulai dari atas itulah, pendekatan ini juga dinamakan line staff model.

Proses kerja atau proses pengembangan kurikulum model ini dilakukan kira-kira sebagai berikut:
Pertama, pembentukan tim pengarah yang biasanya terdiri dari pejabat yang ada dibawahnya seperti para pengawas pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan bisa juga ditambah dengan para tokoh dari dunia kerja. Tugas tim pengarah ini adalah merumuskan konsep dasar, garis-garis besar kebijakan, menyiapkan rumusan falsafah dan tujuan umum pendidikan.

Kedua, pembentukan atau tim kelompok kerja untuk menggambarkan kebijakan atau rumusan-rumusan yang telah disusun oleh tim pengarah. Anggota kelompok kerja ini adalah para ahli kurikulum, para ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi, ditambah dengan guru-guru senior yang sudah dianggap berpengalaman. Tugas pokok tim ini adalah merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional dari tujuan-tujuan umum, memilih dan menyusun  urutan bahan pelajaran, memilih strategi pengajaran dan alat atau petunjuk evaluasi, serta menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum bagi guru.

Ketiga, apabila kurikulum sudah selesai disusun oleh tim atau kelompok kerja selanjutnya hasilnya diserahkan kepada tim perumus untuk dikaji dan diberi catatan-catatan atau direvisi. Bila dianggap perlu kurikulum itu diujicobakan dan dievaluasi kelayakannya, oleh suatu tim yang ditunjuk oleh para administrator. Hasil uji coba itu digunakan sebagai bahan penyempurnaan.

Keempat, menyebarluaskan serta memerintahkan kepada setiap sekolah untuk mengimplementasikan kurikulum yang telah tersusun itu.

2.      Pendekatan Grass-Roots
Model ini biasanya diawali dari keresahan guru tentang kurikulum yang berlaku, selanjutnya mereka memiliki keinginan untuk memperbaharui atau menyempurnakannya. Tugas para administrator dalam pengembangan model ini, tidak lagi berperan sebagai pengendali pengembangan akan tetapi hanya sebagai motivator, dan fasilitator. Perubahan atau penyempurnaan kurikulum bisa dimulai oleh guru secara individual atau biasa juga oleh kelompok guru, contohnya guru-guru bidang studi dari beberapa sekolah.

Di negara-negara yang menerapkan sistem pendidikan desentralisasi pengembangan model grass root ini sangat mungkin untuk terjadi, sebab kebijakan pendidikan tidak lagi diatur oleh pusat oleh sentralisasi, akan tetapi penyelenggaraan pendidikan ditentukan oleh daerah bahkan oleh sekolah. Oleh karena itu untuk memperoleh kualitas lulusan sekolah, bisa terjadi persaingan antar sekolah atau antar daerah.

Pengembangan model ini hanya mungkin dapat dilakukan, apabila guru-guru di sekolah memiliki kemampuan serta sikap profesional yang tinggi, yang memahami akan seluk beluk pendidikan, apabila tidak, maka sangat kecil kemungkinan perubahan bisa terjadi. 

0 Response to "Pendekatan Pengembangan Kurikulum "

Post a Comment