Riwayat Hidup dan PT. HM. Sampoerna


Sahabat kali ini saya akan membagikan informasi tentang sepak terjang pendiri salah satu perusahaan rokok terbesar di Indonesia PT. HM. Sampoerna yaitu Liem Seeng Tee. Pada awalnya saya kira perusahaan tersebut dimiliki oleh seorang pengusaha yang berasal dari dalam negeri atau penduduk asli Indonesia, namun berdasarkan informasi yang diperoleh ternyata pemiliknya adalah asing. Liem Seeng Tee adalah seorang imigran dari sebuah keluarga miskin di provinsi Fujian di Tiongkok. Dia datang ke Indonesia pada tahun 1898 bersama kakak perempuan dan ayahnya. Tak lama setelah tiba di Indonesia, ayahnya meninggal.
 
http://houseofsampoerna.com/images/img_founder_pic_1.jpg
Sebelum meninggal, Liem Seeng Tee dititipkan disebuah keluarga Tionghoa di Bojonegoro. Di keluarga Tionghoa tersebut Liem Seeng Tee menerima pelajaran-pelajaran tentang keuangan. Hingga umur sebelas (11) tahun Liem diasuh di keluarga tersebut. Setelah itu, Liem Seeng Tee hidup mandiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dengan berjualan makanan kecil di dalam gerbong kereta jurusan Surabaya - Jakarta dengan cara melompat masuk pada malam buta. Liem Seeng Tee pernah berjualan makanan kecil selama 18 bulan penuh tanpa istirahat sekalipun. Di situ dia belajar meracik tembakau yang kemudian dijualnya di stasiun kereta api.

Tidak lama setelah menikah dengan Siem Tjiang Nio tahun 1912, Liem Seeng Tee mendapatkan pekerjaan sebagai peracik dan pelinting rokok di sebuah pabrik rokok di Lamongan. Dari situ Liem memperlihatkan kemampuan alaminya dalam meracik dan melinting rokok. Namun tidak lama kemudian, Liem berhenti dari pekerjaannya itu dan menyewa sebuah warung kecil di Jln. Tjantian di Surabaya Lama. Di warung tersebut Liem bersama istrinya berjualan bahan makanan kecil, sedangkan Liem Seeng Tee berusaha berjualan rokok racikannya sendiri. Usaha ini sempat maju ketika jalan raya di depan rumah dilebarkan, sehingga jalanan menjadi ramai dan pelanggan meningkat. Tetapi perkembangan pertama ini langsung dihantam oleh pukulan pertama, gubug tempat tinggal keluarga muda ini terbakar.

Tak lama kemudian ternyata datang kesempatan kedua, sebuah perusahaan tembakau bangkrut, dan Liem Seeng Tee ditawari untuk membeli unit usaha itu dengan harga murah, tetapi harus dilunasi dalam waktu kurang dari 24 jam. Liem Seeng Tee merasa beruntung sekali, karena kesempatan yang tak mungkin muncul lagi itu berhasil diraihnya, karena diam-diam istrinya menabung pada salah satu tiang bambu rumahnya. Di unit usaha inilah Liem Seeng Tee berkesempatan memamerkan keahliannya sebagai peracik tembakau yang sangat andal. Di sini suami istri yang kemudian dikaruniai dua putra dan tiga putri ini melayani pesanan rokok dengan aneka citarasa, menggunakan mesin pelinting sederhana.

Tampaknya pasangan ini tidak puas dengan keadaan tersebut, dan bertekad untuk mengembangkan usaha itu menjadi lebih besar lagi. Langkah pertamanya adalah membentuk badan hukum dengan nama Handel Maatschappij Liem Seeng Tee (1913), yang di kemudian hari diubahnya menjadi Handel Maatschappij Sampoerna (dan setelah Perang Dunia II, berubah lagi menjadi PT Hanjaya Mandala Sampoerna / HM. Sampoerna). Perusahaan ini memproduksi rokok dengan aneka macam merek dagang seperti Dji Sam Soe, “123″, “720″, “678″, dan “Djangan Lawan”. Semua merek itu ditujukan untuk beragam segmen pasar, tetapi andalannya adalah Dji Sam Soe yang membidik segmen pasar premium, dengan logo dan kemasan yang dipertahankan hingga sekarang.

Menjelang pendudukan Jepang, perusahaan ini sudah memiliki 1300 orang karyawan yang bekerja dua sif, dengan produksi lebih dari tiga juta batang rokok per minggu. Pabriknya semakin besar, dan pasarnya semakin kukuh, khususnya untuk daerah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Namun pada tahun 1942 Jepang mendarat di Surabaya, dan dalam waktu kurang dari enam jam, Seeng Tee ditangkap dan dibawa ke Jawa Barat untuk menjalani kerja paksa, sementara keluarganya lari dalam persembunyian. Tak diketahui kemana larinya harta milik keluarga dan perusahaan. Tetapi yang pasti, setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaan, harta Liem Seeng Tee yang masih tersisa tak lebih dari keluarganya sendiri dan merek dagang “Dji Sam Soe”.

Liem Seeng Tee kembali memulai usahanya, dan kembali mengusung merek “Dji Sam Soe” ke pasar. Perlahan tapi pasti usahanya kembali berkembang, kapasitas produksinya semakin baik, dan pasar mulai kembali berhasil dikuasainya. Tetapi hambatan kembali muncul, kali ini dari iklim politik berupa suburnya perkembangan ideologi komunisme, yang berhasil memutuskan hubungan kekeluargaan yang selama ini berhasil dirintisnya dengan para karyawannya. Sedemikian dahsyat penyusupan komunisme di dalam pabriknya, sehingga Liem Seeng Tee tak bisa mengunjungi pabriknya untuk menyapa para karyawannya, hingga ajal menjemputnya. Liem Seeng Tee meninggal pada tahun 1956.

HM Sampoerna sepeninggal Liem Seeng Tee
HM Sampoerna mengalami kesulitan besar sepeninggal Liem Seeng Tee, ketika usaha itu dikelola oleh dua putri Liem Seeng Tee (Sien dan Hwee) dan menantunya, yakni suami kedua putrinya tersebut. Kesulitan besar itu muncul karena datangnya investor asing yang masuk ke Indonesia membangun industri rokok putih dengan teknologi linting mesin. Sementara itu dua putra Seeng Tee, Sie Hua dan Liem Swie Ling, tidak tertarik meneruskan usaha HM Sampoerna. Sie Hua, si sulung, lebih suka membuka usaha tembakau, sedangkan adiknya, Liem Swie Ling, membuka pabrik rokok di Denpasar dengan merek Panamas, yang produksinya ternyata ikut menggerogoti pasar HM Sampoerna di Jawa Timur.

Khawatir akan nasib HM Sampoerna, Sie Hua akhirnya menyurati adiknya, dan memintanya untuk mengambil alih perusahaan itu, karena dia merasa usahanya sendiri tidak bisa dilepaskannya begitu saja. Gayung pun bersambut, Liem Swie Ling menyanggupi permintaan itu, bahkan akhirnya juga memindahkan Panamas ke Malang, tak jauh dari HM Sampoerna. Liem Swie Ling, yang kemudian selalu memperkenalkan diri sebagai Aga Sampoerna, kemudian dengan kekuatan penuh mencoba menghidupkan kembali HM Sampoerna sesuai dengan semangat besar ayahnya. Itulah yang merupakan awal kebangkitan baru HM Sampoerna

Di tangan Aga Sampoerna perusahaan itu semakin berkibar. Di awal tahun 70an, seiring dengan masuknya Putera Sampoerna, putera Liem Swie Ling / Aga Sampoerna, ke jajaran manajemen, perusahaan terus berkembang pesat. Jumlah karyawan sudah mencapai 1200 orang, dengan produksi 1,3 juta batang rokok per hari. Tahun 1979 pabrik milik HM Sampoerna sempat kembali terbakar habis, tetapi dalam waktu 24 hari Dji Sam Soe sudah berhasil kembali mendatangi konsumennya. Aga Sampoerna meninggal dunia pada tanggal 13 Oktober 1995, meninggalkan perusahaan yang terus semakin maju pesat.

Ide untuk menjadi perusahaan publik adalah ide Putera Sampoerna yang awalnya tidak secara bulat diterima oleh keluarganya. Tetapi dengan penuh kesabaran Putera sampoerna berhasil meyakinkan mereka, bahwa go public akan mengantar perusahaan itu ke tataran global, dan nilai absolut saham milik keluarga pasti akan meningkat setelah itu, satu keyakinan yang ternyata benar di kemudian hari. Kini perusahaan yang bermula dari unit usaha rumahan itu sudah berada di tangan generasi keempat, di bawah kepemimpinan Michael Joseph Sampoerna, dan telah menjadi salah satu perusahaan publik papan atas. Maret 2005 merupakan masa penting dalam perjalanan bisnis Putera Sampoerna dan keluarganya, di mana Putera memutuskan untuk menjual seluruh saham keluarga Sampoerna di PT HM Sampoerna Tbk (40%) ke Philip Morris International.

Itulah sekilas sepak terjang profil salah satu perusahaan rokok terbesar di Indonesia yaitu PT. HM. Sampoerna, Tbk. yang dimiliki oleh penduduk asing (taipan). Mudah-mudahan kita sebagai penduduk Indonesia asli (pribumi) bisa belajar dari kisah perjalanan mereka, sehingga pada akhirnya kita bisa membangkitkan perekonomian bangsa kita sendiri oleh tangan kita sendiri.


Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Liem_Seeng_Tee

Beberapa Perusahaan Rokok Ternama di Indonesia

Sahabat Blogger bagaimana kabarnya? Semoga semuanya dalam keadaan sehat wal’afiat. Kali ini saya bagikan informasi terkait siapa saja yang memiliki perusahaan – perusahaan rokok di Indonesia. Rasa penasaran saya muncul akhir-akhir ini, padahal dari kecil dulu saya mengenal betul nama merk perusahaan-perusahaan rokok yang ada di Indonesia. Bagaimana tidak, setiap hari, dimanapun berada pastinya disetiap warung-warung, baik warung kecil maupun besar pasti ada merk perusahaan-perusahaan rokok tersebut. Mungkin dulu sangat sulit mencari informasi siapakah nama dari pemilik perusahaan rokok tersebut, dikarenakan dulu masih jarang ada internet. Berbeda sekali pada zaman sekarang yang dengan mudahnya kita bisa mengakses informasi apa saja yang kita inginkan, langsung bisa peroleh hanya dengan menggeserkan jari tangan kita.

Tentunya anda semua sudah mengenal dengan merk rokok yang namanya Djarum, Gudang Garam, Sampoerna, dan lain sebagainya. Ternyata dari beberapa nama pemilik berbagai perusahaan besar yang memproduksi rokok tersebut tidak ada yang benar-benar orang Indonesia asli tapi kebanyakan mereka berasal dari negara cina. Tentunya hal ini membuat saya gerah ketika perusahaan-perusahaan besar di Indonesia sebagian besar dimiliki oleh mereka, lantas dimanakah orang-orang pribumi kita? Sungguh ironis sekali ya, padahal hampir semua bahan-bahan baku yang diproduksi oleh perusahaan mereka itu datangnya dari tanah kita sendiri.

Baik langsung saja kita bahas beberapa perusahaan-perusahaan rokok di Indonesia, diantaranya:

1.       PT. HM Sampoerna, Tbk
 
Sumber : http://www.sampoerna.com/_layouts/PMI/GCW/Images/sampoerna-logo.jpg
Pada tahun 1913, Liem Seeng Tae yang merupakan seorang imigran asal China memulai usaha pembuatan rokok kretek linting tangan rumahan di Surabaya, Jawa Timur. Ini adalah salah satu industri rokok kretek dan putih pertama. Tak khayal bila perusahaan ini semakin berkembang dengan pesat seiring dengan permintaan pasar yang semakin meningkat. Pada sekitar awal 1930-an, Liem Seeng Tee mengganti nama keluarganya yang berimbas pergantian nama perusahaan menjadi Sampoerna yang berarti "kesempurnaan". Dengan ini usahanya semakin lama dapat merambah hingga dibuka pabrik-pabrik baru di sekitar Surabaya. Selain itu, Sampoerna juga membuka museum yang diberi nama Taman Sampoerna yang menceritakan sejarah keluarga Sampoerna serta usahanya. 

Baca juga : Riwayat Hidup dan PT. HM. Sampoerna

Pada tahun 1978 Sampoerna beralih kepada generasi ketiga yang dipimpin Putera Sampoerna. Pada era kepemimpinannya, Sampoerna berkembang semakin pesat dan menjadi perseroan terbatas pada tahun 1990 dengan struktur usaha modern dengan investasi dan ekspansi. Bak gayung bersambut, Sampoerna mulai dilirik oleh Philip Morris International (PMI), salah satu produsen rokok terkemuka di dunia. Akhirnya pada Mei 2005, Sampoerna di-afiliasi dan mengakuisisi sebagian besar saham Sampoerna. Hal ini semakin memperkuat posisi Sampoerna menjadi salah satu produsen terbesar di Indonesia.

Pangsa pasar yang dimiliki Sampoerna semakin meningkat yakni 35,6% pada tahun 2012 berdasarkan Nielsen Retail Audit Full Year 2012 yang telah mempekerjakan lebih dari 28.500 orang karyawan. Selain itu, Sampoerna juga menjalin kerjasama dengan 38 unit Mitra Produksi Sigaret (MPS) yang tersebar di seluruh Pulau Jawa. Prestasi yang telah dicapai perusahaan ini mencapai puncaknya pada tahun 2012 dengan rekor penjualan lebih dari 100 miliar batang dan beberapa pencapaian lainnya di segala bidang. Beberapa produk Sampoerna antara lain A Mild (pionir produk rokok kategori rendah tar rendah nikotin dengan pangsa pasar terbesar di Indonesia), Dji Sam Soe (sigaret kretek pertama yang tetap dipertahankan kemurniannya hingga lebih dari 100 tahun yang dikenal sebagai Raja Kretek), Sampoerna Kretek (sigaret kretek tangan pertama) dan beberapa varian lainnya. 

2.       PT. Gudang Garam Tbk
 
Sumber : https://umk.ac.id/images/stories/PT-Gudang-Garam-Tbk.png

PT Gudang Garam Tbk berdiri pada 26 Juni 1958 oleh Tjoa Ing Hwie yang berganti nama menjadi Surya Wonowidjojo.  Pada awal berdirinya, Gudang Garam merupakan industri rumahan yang memproduksi kretek yang bernama SKL dan SKT.  Karena permintaan pasar yang kian meningkat, akhirnya pada 1960 dibukalah cabang di Gurah, yang letaknya 13 km dari kota Kediri yang pada saat itu masih mempekerjakan 200 orang karyawan. Pada tahun 1968, tepatnya bulan September didirikan unit produksi yang bernama Unit I dan Unit II di atas lahan seluas 1000 meter persegi guna mengiringi perkembangan usaha yang kian meningkat. Tak lama dari itu, Gudang Garam yang awalnya merupakan industri rumahan berubah menjadi Firma pada tahun 1969. Dua tahun kemudian, karena kemajuan produksi yang makin lama semakin tinggi, Gudang Garam resmi berubah menjadi Perseroan Terbatas (PT) yang didukung fasilitas berupa Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dari pemerintah membuat Gudang Garam semakin kokoh.
Untuk membantu pengembangan produksinya, Gudang Garam lantas memikirkan beberapa terobosan baru dalam pembuatan kreteknya, yakni dengan menggembangkan jenis produk Sigaret Kretek Mesin (SKM). Tak berhenti sampai di situ, Gudang Garam juga mampu mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya pada tahun 1990 yang langsung merubah statusnya dari PT menjadi Perusahaan Terbuka. 

Produk yang dihasilkan Gudang Garam juga lebih bervariasi, hal ini dibuktikan dengan produksi kretek mild pada tahun 2002 yang merupakan hasil dari inovasi terbaru. Hal ini sejalan dengan perluasan wilayah produksi yang tak hanya berpusat di Kabupaten dan Kota Kediri saja, melainkan telah merambah hingga Pasuruan.

Hingga saat ini Gudang Garam tetap menjadi pilihan utama pecinta kretek di tanah air. Tak hanya mencukupi produksi dalam negeri saja, tetapi Gudang Garam juga telah melebarkan sayapnya hingga ke Malaysia, Brunei dan Jepang. Dengan total lebih dari 20 jenis produk yang dikeluarkan Gudang Garam telah cukup membuktikan eksistensinya sebagai salah satu pabrik rokok terbesar di Indonesia.  Beberapa produk Gudang Garam yang terkenal yakni Gudang Garam Merah, Djaja, GG Internasional, GG Surya, GG Mild dan masih banyak lagi. Ditambah lagi dengan keikutsertaan Gudang Garam menjadi sponsor Piala Dunia FIFA pada tahun 1958 hingga 1966 dan Piala Dunia 2010, Gudang Garam nantinya akan mampu menembus pasar internasional.


3.       PT. Djarum Tbk
Sumber : https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiVC4SRiOl77NRE_vrFzDA_dhpMrZGMPD-i1U2sldvLT27molcckvIN4UNne38UF4stkngvYsRfKOyP_g-gxnRnx5JrCQxZZSLg59t4sLpT498jolKbX0CDIxExkxHsb9xx7JCkl4wgGYl0/s1600/djarum.png

Djarum adalah salah satu perusahaan rokok terbesar di Indonesia. Djarum memiliki markas di Kudus, Jawa Tengah. Berawal di tahun 1951, sang pendiri. Oei Wie Gwan membeli usaha kecil dalam bidang kretek bernama Djarum Gramophon. Mulanya perusahaan ini hanya memiliki sekitar sepuluh karyawan. Tak disangka rokok kretek buatannya laris manis di pasaran. Sayangnya, musibah kebakaran hampir menghancurkan perusahaan di tahun 1963.

Kemudian perusahaan ini bangkit serta menyediakan peralatan modern di pabriknya. Tak perlu menunggu waktu lama, di tahun 1969 Djarum sudah mengekspor produk rokoknya hingga ke luar negeri. Merek rokok yang dihasilkan antara lain Djarum Black, Djarum 76, L.A Light dan masih banyak lagi.

Di tahun 2012 tingkat produksi rokok mencapai 140 juta batang per hari. Di tahun itu, Djarum berencana membeli pita cukai rokok sebesar Rp 12 Triliun. Nilai tersebut meningkat sebesar 13% dibanding tahun 2011.

Djarum tidak hanya fokus pada industri rokok saja. Perusahaan ini juga terlibat aktif dalam dunia olahraga. Djarum mempunyai klub bulutangkis bernama PB Djarum yang sudah mencetak atlet ternama seperti Liem Swie King dan Alan Budikusuma.

Itulah sahabat blogger, beberapa profil perusahaan rokok di Indonesia. Saya tidak bermaksud menyinggung bagi para perokok, namun saya cuman ingin bertanya “siapakah yang diuntungkan ketika anda merokok dan siapa yang dirugikan ketika anda merokok?” Itu saja mungkin yang selama ini menjadi pertanyaan yang menggelitik hati kecil saya, sehingga dapat dituangkan dalam tulisan ini.

Okelah masih mending kalau pemiliknya orang Indonesia betul-betul asli orang Indonesia, tapi nyatanya bukan orang Indonesia malah china. Berarti kita sudah bisa menjawab dan menyimpulkan siapa yang diuntungkan ketika orang Indonesia yang merokok. Dan siapakah yang rugi kalau seandainya kita terkena dampak dari merokok?
Wallahu ‘alam..

Sumber:
https://profil.merdeka.com/indonesia/h/hm-sampoerna/

Sepak Terjang Perusahaan Unilever

Sahabat blogger, kali ini saya akan membahas siapakah pemilik perusahaan besar yang ada di Indonesia, bahkan masuk pada jajaran perusahaan besar di dunia. Siapa yang tidak mengenal atau mendengar dengan nama unilever? Kalau sahabat suka membeli produk-produk kebutuhan rumah tangga, seperti sabun mandi, pasta gigi, shampoo, dan lain sebagainya sebagian besar produk mereka tersebar di Indonesia. Hanya saja terkadang kita yang tidak menyadari bahkan terkadang tidak berfikir siapakah pemilik dari merek produk-produk di atas.

Pada awal sejarah berdirinya perusahaan yang sekarang dikenal dengan nama unilever merupakan perusahaan multinasional yang didirikan pada tahun 1930 sebagai hasil penggabungan dari produsen margarin asal Belanda, Margarine Unie dan produsen sabun asal Inggris, Lever Brothers. Selama paruh kedua dari abad ke-20, Unilever secara signifikan berdiversifikasi ke berbagai bidang bisnis dan juga berekspansi ke berbagai negara. Unilever juga membuat beberapa upaya akuisisi, termasuk Lipton (1971), Brooke Bond (1984), Chesebrough-Ponds (1987), Best Foods dan Ben & Jerry's (2000), serta Alberto-Culver (2010). Pada dekade 2010an, di bawah kepemimpinan Paul Polman, Unilever secara perlahan menggeser fokus bisnisnya ke bisnis kesehatan dan kecantikan, dari yang sebelumnya ke bisnis makanan, yang menunjukkan tren perlambatan pertumbuhan.

Unilever telah menjelma menjadi salah satu induk perusahaan dengan anak perusahaan terbanyak di dunia. Kini perusahaan yang awalnya hanya memproduksi Sunlight, telah mampu melahirkan berbagai merek ternama. Unilever memiliki lebih dari 400 merek dagang, dengan 14 merek diantaranya memiliki total penjualan lebih dari £1 milliar. Unilever telah mampu memasarkan produknya ke lebih dari 190 negara di seluruh dunia, termasuk ke Indonesia. Rangkaian produk Unilever Indonesia yang juga disukai di dunia seperti Pepsodent, Lux, Lifebuoy, Dove, Sunsilk, Clear, Rexona, Vaseline, Rinso, Molto, Sunlight, Walls, Blue Band, Royco, Bango, dan lain-lain. 

Tak heran, kapitalisasi pasar Unilever mampu mencapai angka US$ 129,1 miliar. Bagaimana Unilever mulai merangkai jejaring bisnisnya di seluruh dunia? Sejak didirikan 80 tahun yang lalu Unilever terus fokus menjajaki industri perawatan diri dan berbagai produk kebutuhan rumah tangga. Kini perusahaan tersebut telah menggurita di seluruh dunia dan menguasai berbagai merek ternama di berbagai negara.

Bahkan perusahaan ini mampu menyediakan lowongan kerja bagi 173 ribu pegawainya. Tak heran, kapitalisasi pasar korporasi besar ini telah mencapai nilai yang sangat fantastis yaitu US$ 129,1 miliar. Bahkan penjualan seluruh produknya per tahun dapat melonjak hingga US$ 64,25 miliar. Melalui berbagai anak perusahaannya, Unilever kini tercatat memiliki aset senilai US$ 58,12 miliar secara internasional. Hingga Mei 2015, Unilever tercatat berhasil mencetak laba senilai US$ 6,86 miliar. Operasi Unilever terbagi ke dalam beberapa segmen yaitu, personal care, makanan, dan home care.

Unilever kini mengelola lebih dari 300 pabrik produksi di seluruh dunia. Perusahaan raksasa ini juga mampu mempertahankan operasinya di lebih dari 100 negara. Tak tanggung-tanggung, Unilever juga telah memiliki 400 merek produk ternama di dunia. Sekitar 34 persen pendapatan diperoleh dari Eropa Barat, 22 persen dari Amerika Utara, 18 persen dari Asia Pasifik, 13 persen dari Amerika Latin dan 9 persen dari Afrika, Timur Tengah dan Turki. Sementara 54 persen keuntungan perusahaan dihasilkan dari produk makanan seperti bumbu dapur, eskrim, minuman pelangsing dan margarin.

Terdapat juga beberapa merek andalan yang penjualannya selalu menembus angka di atas satu miliar euro diantaranya Axe, Blue Band, Dermalogica, Dove, Heartbrand Knorr, Lipton, Lux, Magnum, Omo, Rexona, Surf dan Sunsilk. Seluruh merek itu merupakan produk andalan Unilever. Seiring dengan perkembangan teknologi, mereka melakukan beberapa inovasi produk dan ekspansi ke berbagai dunia dalam menguasai pasar dunia.

Inilah sekilas tentang perusahaan unilever yang berkembang bahkan sangat melekat dengan masyarakat Indonesia. Saya tidak bermaksud ingin lebih mengenalkan unilever ataupun menjatuhkan pihak siapapun dan manapun, namun dapat diambil kesimpulan dan pengalaman berharga untuk dijadikan pelajaran untuk di masa yang akan datang. Dimana kita seharusnya tidak tergantung pada produk-produk buatan yang notabenenya milik asing. Ciri bangsa yang besar adalah bangsa yang bangga terhadap produk-produk buatan bangsanya sendiri. Kalau sekiranya kita belum punya produk yang sekelas dengan mereka, lantas kenapa kita tidak mulai dari hal-hal yang kecil terlebih dahulu yang bisa kita produksi.

Saya ingat betul dengan program yang digulirkan oleh Presiden B.J. Habibie ketika itu diantaranya adalah program Aku Cinta Produk Indonesia. Program dengan nama yang sederhana, namun berefek besar bagi peningkatan perekonomian di Indonesia. Buktinya beliau bisa menaikkan nilai rupiah terhadap dollar AS. dari Rp 16.800 / USD turun hingga ke level Rp 6.900 / USD. Sungguh nilai yang fantastis bisa menurunkan mata uang dollar terhadap Rupiah, dimana tidak ada Presiden selain BJ. Habibie yang bisa melakukannya, bahkan termasuk sampai sekarang Pemerintahan Jokowi belum bisa melakukan hal demikian. Diawali dari program yang dijalankan pada waktu itu adalah Aku Cinta Produk Indonesia yang dipadukan dengan program yang sungguh luar biasa dan juga tidak kalah menarik yakni Aku Cinta Rupiah.

Dua program ini yang memang sangat sederhana dari segi penamaannya, namun mempunyai efek besar guna mendongkrak perekonomian Indonesia. Bahkan program tersebut sangat difahami dan dimengerti oleh kalangan atas maupun kalangan rakyat biasa. Namun sayangnya, BJ Habibie menjalankan pemerintahannya hanya dalam waktu yang relatif sangat singkat. Entah alasan apa yang membuat BJ Habibie sampai tidak melanjutkan pemerintahannya sampai tuntas. Padahal dari segi pemikirannya sangatlah luar biasa, beliau memimpikan Indonesia menjadi produsen pesawat terbang di dunia. Mimpi dan harapan yang saya kira bukan sesuatu yang asal-asalan, karena beliau juga mempunyai kapasitas dalam mewujudkan impiannya tersebut.

Apakah cita-cita beliau terlalu tinggi untuk dijangkau oleh negara Indonesia yang masih dalam kategori negara berkembang? Sehingga banyak kalangan pejabat, para pakar, dan lain sebagainya yang tidak yakin bahkan ragu dengan hal itu. Inilah yang harus dibangun dari sekarang, mental yang visioner diperlukan pada masa saat ini. Bukan mental skeptis dan pragmatis yang hanya membuat bangsa kita menjadi terpuruk dan tidak punya rasa percaya diri. Wallahu ‘alam Bishawab..

Sumber:



Profil Sudono Salim (Liem Sioe Liong

Sahabat Blogger, sebelumnya sudah pernah saya posting tentang beberapa perusahaan besar di Indonesia. Salah satu diantaranya adalah PT. Indofood. Tahukah sahabat pemilik atau yang empunya PT. Indofood tersebut, apakah orang Indonesia, ataukah orang asing yang tinggal di Indonesia? Kali ini saya akan membahas siapa pemilik dari perusahaan yang bergerak di bidang atau industri makanan dan minuman ini. Bagi sahabat yang sudah mengetahui, pastinya sudah tidak asing lagi dengan yang namanya Sudono Salim atau dengan nama lain Liem Sioe Liong

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari media online Merdeka.com pengusaha Sudono Salim, yang bernama asli Liem Sioe Liong, sempat menduduki peringkat pertama sebagai orang terkaya di Indonesia dan Asia. Bahkan, konglomerat yang dikenal dekat dengan mantan Presiden Soeharto, ini sempat masuk daftar jajaran 100 terkaya dunia. Walaupun kadang kala dia masih datang ke Indonesia, tapi hampir tidak pernah lama. Semua bisnisnya di Indonesia dikendalikan oleh anaknya Anthony Salim. Di bawah kendali Anthony Salim, belakangan kerajaan bisnisnya bangkit kembali dan tak mustahil akan kembali menjadi terkuat di Indonesia.

Pada tahun 1969, Sudono bersama Sudwikatmono, Djuhar Sutanto dan Ibrahim Risjad, yang belakangan disebut sebagai The Gang of Four, mendirikan CV Waringin Kentjana. Sudono sebagai chairman dan Sudwikatmono sebagai CEO. Perusahaan ini bergerak di bidang perdagangan, ekspor kopi, lada, karet, tengkawang dan kopra serta mengimpor gula dan beras. The Gang of Four ini kemudian tahun 1970 mendirikan pabrik tepung terigu PT Bogasari dengan modal pinjaman dari pemerintah. Ketika pertama berdiri, PT Bogasari berkantor di Jalan Asemka, Jakarta dengan kantor hanya seluas 100 meter.

Kemudian tahun 1975 kelompok ini mendirikan pabrik semen PT Indocement Tunggal Perkasa. Pabrik ini melejit bahkan nyaris memonopoli semen di Indonesia. Sehingga kelompok ini sempat digelari Tycoon of Cement. Setelah itu, The Gang of Four ditambah Ciputra mendirikan perusahaan real estate PT Metropolitan Development, yang membangun perumahan mewah Pondok Indah dan Kota mMandiri Bumi Serpor Damai.

Selain itu, dia juga mendirikan kerajaan bisnis bidang otomotif di bawah bendera PT Indomobil. Bahkan merambah ke bidang perbankan dengan mendirikan Bank Central Asia (BCA) bersama Mochtar Riyadi. Belakangan Mochtar Riady membangun Lippo Bank.

Setelah krisis ekonomi dan reformasi politik, kekayaannya menurun. Ayah empat anak ini pun memilih lebih lama tinggal di Singapura, setelah rumahnya Gunung Sahari Jakarta dijarah dan diobrak-abrik massa reformasi. Kerusuhan reformasi 13-14 Mei 1998, itu tampaknya membuat Sudono trauma tinggal di Indonesia. Tak hanya itu, pada saat krisis moneter 1998, bisnis Grup Salim jatuh. Saat itu, Sudono harus menyerahkan sekitar 108 perusahaan kepada pemerintah guna membayar utang Rp52,7 triliun.

Salim meninggal dunia dalam usia 95 tahun setelah mengalami sakit akibat usia yang tak lagi muda. Beliau dimakamkan di Singapura. Usahanya diteruskan anaknya yakni Anthony Salim dan menantunya Franciscus Welirang.

Riset dan analisis oleh Vizcardine Audinovic

Perusahaan Besar di Indonesia

Sahabat Blogger, sudah sekian lama saya tidak menulis lagi di blog ini, kurang lebih hampir 6 bulan saya stuck dalam menulis. Mohon maaf sekiranya ada sahabat yang sudah menanti tulisan-tulisan atau berbagi informasi yang ada di blog ini. Mudah-mudahan kedepan bisa lebih konsisten dalam menulis.

Kali ini saya akan membahas tentang perusahaan-perusahaan multinasional yang menguasai pasar perekonomian di Indonesia. Baik perusahaan yang dimiliki oleh Negara atau BUMN maupun Swasta (BUMS). Perusahaan-perusahaan tersebut bergerak di berbagai bidang. Diantaranya yaitu bidang produksi segala jenis makanan, perbankan, energy, rokok, kosmetik, peralatan mandi, dan lain sebagainya.
Untuk lebih jelasnya mari simak uraian dibawah ini:


Indofood

Sumber gambar:https://image.cermati.com/f_auto,q_70/nnipokhlsomc6vvkpbow

PT Indofood Sukses Makmur Tbk merupakan produsen segala jenis makanan dan juga minuman. Markas perusahaan ini ada di Jakarta, Indonesia. Pertama kali didirikan pada 14 Agustus 1990 oleh Sudono Salim. Indofood telah bertransformasi menjadi perusahaan total food solutions yang kegiatan operasionalnya mencakup seluruh tahapan proses produksi makanan dimulai dari produksi dan pengolahan bahan baku sampai dengan menjadi produk akhir yang siap dikonsumsi.

Baca Juga : Profil Sudono Salim (Liem Sioe Liong)

Indocement
Sumber Gambar :https://image.cermati.com/f_auto,q_70/tzhs6e4cuicdwwr38cjo

PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk merupakan salah satu produsen semen di Indonesia dan merupakan produsen terbesar kedua di Indonesia. Indocement juga memproduksi beton siap-pakai dan juga pengelolaan tambang agregat dan tras. Setidaknya Indocement memiliki 12 pabrik yang 9 di antaranya berada di Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Dua lainnya ada di Cirebon, Jawa Barat, dan satu berada di Tarjun, Kotabaru, Kalimantan Selatan.

Semen Indonesia
 
Sumber Gambar:https://image.cermati.com/f_auto,q_70/lkrafisnpde1stlcsvxt
PT Semen Indonesia Tbk yang dahulunya dikenal dengan nama PT Semen Gresik Tbk merupakan produsen semen terbesar di Indonesia. Beberapa produk PT Semen Indonesia Tbk antara lain Semen Portland Tipe 1, Semen Portland Tipe 2, Semen Portland Tipe 3, Semen Portland Tipe 5, Special Blended Cement, dan Portland Pozzolan Cement. Lokasi pabrik semen ini tersebar di Indonesia mulai dari di Sumatera, Jawa, dan Sulawesi. Sementara di luar Indonesia, perusahaan ini memiliki pabrik di Vietnam untuk memasok kebutuhan semen di seluruh tanah air.

Gudang Garam
Sumber Gambar:https://image.cermati.com/f_auto,q_70/jnx9tui7ya6kmwzouixx

PT Gudang Garam Tbk merupakan sebuah perusahaan produsen rokok asal Indonesia yang pertama kali didirikan oleh Surya Wonowidjojo pada 26 Juni 1958. Perusahaan ini termasuk dalam perusahaan rokok tertua dan terbesar ke lima setelah Djarum dalam produksi rokok kreket. Beberapa anak perusahaan PT Gudang Garam Tbk antara lain PT Surya Pamenang, PT Surya Madistrindo, PT Graha Surya Media, dan PT Surya Air.

Unilever
Sumber Gambar:https://image.cermati.com/f_auto,q_70/fsajbtvbrxzh3k07hlw2

Unilever dikenal sebagai perusahaan multinasional yang bergerak di bidang produksi barang konsumen dengan markas utama berada di Rotterdam, Belanda. Perusahaan ini berdiri pertama kali tahun 1930 dan dilaporkan mempekerjakan sedikitnya 206.000 pekerja. Di Indonesia sendiri, Unilever didirikan pada 5 Desember 1933 dengan nama Zeepfabrieken N.V. Lever dan berubah nama menjadi PT Lever Brothers Indonesia pada 22 Juli 1980. Kemudian, pada 30 Juni 1997 perusahaan resmi mengganti namanya menjadi PT Unilever Indonesia Tbk dengan 15% saham didaftarkan pada BEJ dan Bursa Efek Surabaya pada tahun 1981. Beberapa merek terkenal dari Unilever Indonesia adalah Rinso, Sunsilk, Dove, dan juga Clear. Beberapa perusahaan lain yang juga merupakan perusahaan Unilever di Indonesia adalah PT Anugrah Lever, PT Technopia Lever, dan PT Knorr Indonesia.
Perusahaan Gas Negara

PT Perusahaan Gas Negara Tbk merupakan perusahaan milik negara yang bergerak di bidang transmisi dan distribusi gas bumi. Bisnis PGN sendiri terdiri dari beberapa yaitu Distribusi Gas Bumi, Transmisi Gas Bumi, dan Unit Bisnis Strategisnya yang meliputi SBU Distribusi Wilayah 1 hingga 4. Beberapa anak perusahaan dan perusahaan afiliasi PGN adalah PT Transportasi Gas Indonesia, PT PGAS Telekomunikasi Nusantara, PT PGN Solution, PT Nusantara Regas, PT Saka Energi Indonesia, PT Gagas Energi Indonesia, dan PTN Gas Energi Jambi.

HM Sampoerna

PT Hanjaya Mandala Sampoerna merupakan perusahaan rokok terbesar di Indonesia dengan pusat berada di Surabaya, Jawa Timur. Sebelum diakuisisi, perusahaan ini murni sebuah perusahaan keluarga Sampoerna dan kini kepemilikan mayoritas dimiliki oleh Philip Morris International yang dikenal sebagai perusahaan rokok terbesar di dunia dan berbasis di Amerika Serikat.

BNI
 
Sumber Gambar:https://image.cermati.com/f_auto,q_70/ho9mfvgkimt3ia0kkhbv

Bank Negara Indonesia merupakan salah satu bank pemerintah yang kini dipimpin oleh Achmad Baiquni selaku Direktur Utama. BNI sendiri dikenal sebagai bank komersial tertua di Indonesia yang didirikan pada 5 Juli 1946. Saat ini telah memiliki tidak kurang dari 914 kantor cabang di seluruh Indonesia dan 5 kantor cabang di luar negeri. Beberapa perusahaan yang termasuk dalam anak perusahaan PT BNI Tbk adalah BNI Remittance Limited, PT Bina Usaha Indonesia, PT BNI Multi Finance, PT Pembiayaan Artha Negara, PT Sarana Bersama Pembiayaan Indonesia, dan PT Asuransi Tri Pakarta.

Telkom
Sumber Gambar : https://image.cermati.com/f_auto,q_70/gnkwtkzpmqzcppfinpg9

PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Persero) atau dikenal dengan sebutan Telkom adalah perusahaan informasi dan komunikasi serta sebagai penyedia jasa dan jaringan telekomunikasi lengkap di Indonesia. Telkom menyebut dirinya sebagai sebuah perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia dengan jumlah pelanggan telepon tetap mencapai 15 juta dan pelanggan telepon seluler sebanyak 104 juta. Telkom sendiri merupakan salah satu BUMN yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Indonesia yaitu sebesar 52.57% dan sisanya dimiliki oleh publik, Bank of New York, serta investor dalam negeri.

BCA
 
Sumber Gambar:https://image.cermati.com/f_auto,q_70/gaxrz5wuaioovtnsgznj
PT Bank Central Asia Tbk atau yang lebih dikenal dengan singkatan BCA merupakan bank swasta terbesar di Indonesia yang didirikan pada 21 Februari 1957 dan pernah menjadi bagian dari perusahaan Salim Group. BCA pernah menjadi bank negara akibat krisis tahun 1998 namun pada tahun 2002, BPPN melepas 51% saham di BCA melalui Farindo Investment, Ltd, yang berbasis di Mauritus. Saat ini, Farindo Investment Ltd memegang saham BCA sebesar 47.15%, di bawah pemegang saham umum yaitu masyarakat sebesar 49.94%. 1.76% saham BCA dimiliki secara pribadi oleh Anthony Salim sementara saham dibeli kembali oleh BCA sebesar 1.18%.

Pertamina
 
Sumber Gambar : https://image.cermati.com/f_auto,q_70/i1bhnfshnqpmq4pn3lqx
PT Pertamina dikenal sebagai sebuah BUMN yang tugasnya mengelola penambangan minyak dan gas bumi di wilayah Indonesia. Pada tahun 2013 perusahaan ini termasuk dalam Fortune Global 500 urutan ke 122. Pertamina didirkan pada 10 Desember 1957 di Jakarta dan kini dipimpin oleh Dwi Soetjipto selaku Direktur Utama. Pertamina sendiri sebenarnya gabungan dari perusahaan Pertamin dan Permina pada tahun 1968. Kegiatan perusahaan ini dalam hal menyelenggarakan usaha di bidang energi dan petrokimia terbagi dalam sektor hulu dan hilir serta ditunjang kegiatan dari beberapa anak perusahaan dan perusahaan patungan.

Telkomsel
Sumber Gambar : https://image.cermati.com/f_auto,q_70/lngjw0zr1aujbeuqlqy8

Telkomsel dikenal sebagai salah satu perusahaan operator telekomunikasi seluler di Indonesia yang didirikan pada 26 Mei 1995 dan berkantor pusat di Jakarta. Saat ini PT Telkomsel Selular dipimpin oleh Ririek Adriansyah selaku Direktur Utama. Telkomsel memiliki lebih dari 84.000 BTS dan sanggup menjangkau 98% wilayah populasi di Indonesia. Hal ini menjadikannya sebagai operator seluler terbesar di Indonesia dan nomor 6 terbesar di dunia dalam hal jumlah pelanggan. Bahkan tahun 2014 Telkomsel berhasil menjadi pemimpin pasar industri telkomunikasi di Indonesia dengan jumlah pelanggan mencapai 139 juta.

ASTRA
 
Sumber Gambar https://image.cermati.com/f_auto,q_70/b00qu0j6irndmt5xfvgq
Astra Internasional merupakan perusahaan multinasional yang memproduksi otomotif yang basisnya ada di Jakarta, Indonesia. Astra didirikan tahun 1957 dengan nama PT Astra International Incorporated dan pada tahun 1990 perseroan mengubah nama menjadi PT Astra Internasional Tbk. Perusahaan ini juga telah tercatat di BEI sejak 4 April 1990 dan mayoritas saham dimiliki oleh Jardine Cycle and Carriage's dengan persentase sebesar 50.1%. Ruang lingkup kegiatan utama entitas anak perusahaan meliputi perakitan dan penyaluran mobil, sepeda motor, serta suku cadangnya.

Bank Mandiri
 
Sumber Gambar : https://image.cermati.com/f_auto,q_70/inwrv54lmasihhxdzkd6
Bank Mandiri merupakan salah satu bank yang memiliki kantor pusat di Jakarta dan dikenal sebagai bank terbesar di Indonesia dinilai dari aset, pinjaman, serta deposit. Bergerak di industri jasa keuangan, Bank Mandiri termasuk dalam Badan Usaha Milik Negara yang didirikan pada tanggal 2 Oktober 1998 oleh Pemerintah Indonesia. Berdirinya Bank Mandiri sebagai bagian dari program restrukturisasi perbankan dan merupakan penyatuan dari empat bank pendahulu yaitu Bank Bumi Daya (BBD), Bank Dagang Negara (BDN), Bank Ekspor Impor Indonesia (Bank Exim), dan juga Bank Pembangunan Indonesia (Bapindo). Jumlah aset Bank Mandiri pada tahun 2013 mencapai Rp670 triliun. Produk yang ditawarkan dari Bank Mandiri antara lain Mandiri Tabungan, Mandiri Deposito, e-Toll Card, dan lain-lain.

BRI
Sumber Gambar: https://image.cermati.com/f_auto,q_70/ireraqmlpborn8gkec61

BRI atau Bank Rakyat Indonesia merupakan salah satu bank milik pemerintah yang awalnya didirikan oleh Raden Bei Aria Wirjaatmadja di Purwokerto, 16 Desember 1895. Sejak awal didirikan, BRI tetap konsisten untuk memfokus produk mereka pada pelayanan kepada masyarakat kecil dengan memberikan berbagai fasilitas kredit pada pengusaha kecil. Selain itu, tercermin juga dari perkembangan penyaluran Kredit Usaha Kecil tahun 1994 dengan nominal sebesari Rp 6.419,8 miliar dan meningkat menjadi Rp 8.231,1 miliar pada tahun 1995. Pemegang saham BRI adalah pemerintah Republik Indonesia dengan persentase mencapai 56.75% dan publik sebesar 43.25%.