|
Sumber : http://www.akhyar.tv/wp-content/uploads/2018/02/kemudahan-menghafal-al-quran-ustadz-adi-hidayat-akhyartv.jpg |
Langit
Aberdeen masih berkabut seperti biasanya. Letaknya di bagian timur laut
Skotlandia, menegaskan bahwa wilayah ini sering dihantam oleh angin yang
kencang dan suhu udara yang menggigit. Ketika musim dingin tiba, kota ini akan
dikenal sebagai yang terdingin di seantero inggris raya. Letak Skotlandia yang
berdekatan dengan Kutub Utara menjadi alasan terbesar kenapa kota-kota di
daerah ini menjadi langganan suhu tak wajar, apalagi bagi anda orang Indonesia.
Di kota
granit inilah, University of Aberdeen (UoA) berada, sebuah kampus megah dengan
arsitektur Eropa itu menjadi rumah kedua bagi seorang mahasiswi asal Mojokerto,
Jawa Timur. Namanya Zeni Rahmawati. Sudah dua tahun terakhir ini, dia
menghabiskan waktunya melakukan riset di lab Surface Chemistry and Catalysis,
University of Aberdeen dibawah bimbingan Prof. James Anderson. Setiap harinya,
Zeni akan menghabiskan waktu menekuri bahan-bahan kimia dilabnya untuk
menuntaskan misinya berangkat ke negeri ratu Elizabeth: MENGGONDOL GELAR PhD.
Mengerjakan riset di laboratorium selama di Aberdeen ini, seperti fragmen
cerita yang terulang kembali baginya. Beberapa tahun silam, di ujung timur Jawa
Indonesia, di kota Surabaya, ketika matahari sudah tenggelam dan waktu malam
mulai merambat, Zeni, masih sibuk bekerja di laboratorium kimia Institut
Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) untuk menyelesaikan riset S2-nya. Dua hal yang
sama terjadi, namun di dua lokasi yang berbeda tempat dan benua, adalah hafalan
al-qur’an yang senantiasa mengiringi Zeni menuntaskan pekerjaan risetnya.
Di
Nusantara, kita mungkin sering menjumpai penghafal Al-qur’an di
pesantren-pesantren yang berada hampir di seluruh Indonesia. Namun tidak untuk
para pelajar yang berlatar belakang kelimuan umum. Ditengah kesibukan mereka
mengejar ilmu, bisa menjadi seorang penghafal al-qur’an 30 Juz adalah hal yang
langka. Zeni Rahmawati adalah sosok pengecualian. Menjelang akhir studi S1-nya
di jurusan Kimia, ITS, Zeni membuat satu misi besar dalam hidupnya: MENGHAFAL
AL-QURAN. Sebuah misi yang agung bagi seorang muslim karena tidak semua orang
dapat merasakannya.
TUJUAN YANG
MULIA
“Aku punya
TIGA alasan terbesar kenapa aku menghafal Al-qur’an.” Kata zeni membuka
wawancaraku dengannya via skype beberapa waktu yang lalu.
“Pertama,
ada hadits yang mengatakan bahwa para penghafal Qur’an akan mendapatkan mahkota
karamah (kehormatan) di hari kiamat nanti [1]. Mendengar pesan Rasul ini
memberikan semangat yang luar biasa bagiku untuk menyelesaikan mimpiku
menghafal Al-qur’an.
Kedua,
alasan terbesar bagiku adalah KELUARGA. Aku meyakini, bahwa dengan menghafal
Al-qur’an, maka aku bisa menyelematkan mereka dari api neraka seperti dalam
hadits lain yang dipesankan Rasulullah SAW [2]. Jika waktu untuk memberikan
nasehat kepada mereka tidak cukup, maka dengan menghafal qur’anlah aku bisa
menyelamatkan mereka.” Lanjutnya dengan sedikit terisak. Ingatannya tentang
keluarga yang jauh di Mojokerto sana seperti membuka kenangan dan semangatnya
tentang menjaga hafalan Qur’an ditengah tantangan hidup di negeri bebas seperti
Skotlandia.
“Terakhir,
aku ingin sekali membuktikan kepada banyak orang, bahwa para hafiz/hafizah di
dunia ini bukanlah hanya mereka yang belajar di pesantren-pesentren, yang
terlihat “miskin” dan “tak berpunya” di hadapan orang meskipun mereka adalah
orang-orang yang sudah dijamin rezekinya oleh Allah. Aku ingin membuat mata
dunia sadar bahwa seorang penghafal Qur’an-pun bisa belajar ilmu sains seperti
latar belakang yang aku miliki. Seorang penghafal qur’an-pun bisa menuntut ilmu
umum hingga ke jenjang doktoral seperti para ulama terdahulu yang bisa
menggabungkan pengetahuan dan hafalan Al-qur’an dengan ilmu-ilmu sains yang
dimiliki mereka.” Tuturnya berapi-api.
Tiga alasan
yang diungkapkan Zeni dengan nada suara yang tegas ini adalah contoh tentang
prasyarat awal ketika banyak orang mengalami masalah terkait dengan FOKUS.
Syarat awal yang harus kita punya agar tetap fokus dengan misi dan tujuan awal
kita, seperti yang ditemukan oleh riset-riset para neurolog dan psikolog,
adalah harus memiliki meaningful goal atau tujuan yang mulia [3-4]. Harus ada
alasan besar yang menjadi dasar kenapa kita memilih mengerjakan hal tertentu.
Zeni memberikan pesan yang gamblang kepada kita bahwa meaningful goal yang
akarnya karena memohon rahmat dan keberkahan dari Allah adalah tujuan tertinggi
seorang muslim. Tujuan yang mulia ini adalah senjata paling ampuh untuk menjaga
motivasi, fokus, dan semangat untuk menuntaskan misi kita.
MERASA SULIT
FOKUS, KENAPA?
Sayangnya,
memiliki meaningful goal tidak lantas menuntaskan persoalan kesulitan FOKUS
seseorang. Aku menemukan banyak mahasiswa Indonesia di luar negeri yang punya
tujuan mulia ketika memulai studinya. Dari mereka, aku merasakan getaran
membara rasa nasionalisme untuk membangun bangsa ketika pulang nanti, juga
keinginan untuk menjadi ilmuwan-ilmuwan kaliber dunia agar kelak bangsa kita
tak lagi dipandang sebelah mata. Lantas, apakah meaningful goal yang sudah ada
sejak awal ini akan menjamin mereka tetap fokus? Jawabannya adalah TIDAK.
Salah satu
tantangan terbesar ketika bercerita banyak dengan mereka adalah tentang
DISTRAKSI. Gangguan yang berseliweran dari berbagai arah.
“Ada netflix
di rumah, ada internet dengan kecepatan luar biasa. Sosial media untuk upload
foto-foto kece kita di berbagai tempat. Menonton film berbagai genre tentu saja
lebih menyenangkan dibanding dengan membaca jurnal.” Kalimat-kalimat sejenis
ini begitu sering aku dengar dari mereka.
Apakah
mereka tidak punya goal yang meaningful? Apakah mereka kurang punya alasan yang
kuat untuk bisa studi hingga ke benua Eropa? TIDAK JUGA. Mereka adalah
anak-anak muda yang punya mimpi-mimpi besar at least bagi dirinya.
Lantas apa
alasannya?
Salah satu
yang membuat orang tidak tahan untuk bekerja dengan fokus yang tinggi adalah
karena tekanan bekerja dengan konsentrasi yang penuh ternyata SULIT bagi
mereka. Jika anda seorang mahasiswa yang tinggal di luar negeri, jauh dari
keluarga, apalagi dari orang-orang tercinta, maka anda akan lebih mudah
mengalami stress. Kenyamanan tinggal di luar negeri dengan fasilitas dan
lingkungan kota yang indah mungkin mengaburkan tekanan mental yang anda alami,
namun tidak bisa dipungkiri, jarak yang terpisah, komunikasi yang tidak bisa
seperti sedia kala justru membuat anda mudah berada dalam tekanan.
Cerita ini
belum berakhir karena anda harus menuntaskan tugas kampus, membaca ribuan
halaman reading list, hingga tekanan pembimbing yang tinggi jika anda seorang
PhD student. Ditengah gempuran tekanan ini orang akan cenderung mengerjakan
sesuatu yang mudah baginya. Akan terpancing untuk mengerjakan hal yang berada
persis dihadapannya. Makanya jangan heran, ketika anda sedang pusing menghadapi
deadline, yang anda lakukan justru membuka WA, memposting status di FB, atau
malah menonton film dari laptop anda. Para saintis menyebutnya sebagai
cognitive tunneling (CT), yaitu fokus yang tiba-tiba berpindah kepada hal yang
mudah anda temui di depan anda karena tekanan mental yang tinggi di diri anda
[5-6].
Tidak cukup
dengan fenomena CT ini, ada salah satu respon natural yang juga dialami
seseorang ketika dia mulai mengerjakan hal yang di luar comfort zone-nya. Yaitu
ractive thinking (RT): aktivitas dimana anda akan mengerjakan sesuatu secara
otomatis sebagai hasil dari KEBIASAAN ANDA yang dilakukan terus menerus [7].
Ketika terjadi RT ini, maka perhatian anda akan begitu mudah terdistraksi
dengan hal lain dan memudahkan anda untuk memilih kebiasaan yang tidak
membutuhkan energi yang banyak (seperti membuka FB misalnya) dibanding harus
menuntaskan tugas yang seharusnya anda kerjakan [8].
Jika
distraksi kita adalah soal remeh temeh tentang gangguan internet dan
sejenisnya, maka cerita dari Zeni mungkin perlu kita renungkan.
“Tantangan
dan distraksi terbesarku ketika mengahafal qur’an adalah karena kesibukan. Aku
masih memegang amanah di dua organisasi yang berbeda, membina 2-3 kelompok
pengajian, juga menjadi pengajar di Griya Qur’an. Diwaktu yang bersamaan, aku
juga seorang mahasiswa S2 Kimia di ITS. Waktu untuk menghafal terasa begitu
sempit.” Lanjut Zeni ketika wawancara kami mendalami ceritanya menghafal
Al-qur’an.
“Ini salah
satu manfaat terbesar menghafal Al-Qur’an yaitu KEBERKAHAN WAKTU.
Terasa
sekali waktu habis memikirkan bagaimana bisa mengoptimalkan membaca al-qur’an.
Aku terpaksa baru bekerja di lab ketika sore hari tiba hingga larut malam
karena waktuku habis untuk menuntaskan amanah dan menghafal Al-qur’an.
Dimasa-masa bekerja di lab inilah aku mengulang kembali hafalan qur’an”.
Pesan
darinya seperti tamparan keras bagi kita, bahwa menuntaskan meaningful goal
adalah proses yang tak mudah.
“Musuh
terbesar para penghafal al-qur’an adalah KEMAKSIATAN. Contoh paling kecil
adalah ketika aku tidak bisa atau tidak dengan sengaja pandangannya tak
terjaga, maka hafalan alqur’an-ku pun bisa hilang entah kemana.” Seru Zeni.
Ini sebuah
kisah kecil tentang cognitive tunneling. Betapa beban menghafal al-qur’an itu
bisa teralihkan dengan mudah oleh distraksi kecil karena ketidakmampuan
melakukan gadhul bashar (menjaga pandangan). Bagi orang awam, menjaga pandangan
mungkin hal yang tidak umum, tapi bagi para penghafal al-qur’an, menjaga
pandangan adalah keharusan yang harus mereka lakukan agar tetap focus dengan
cita-cita mulianya. Jika hal “sekecil” ini saja mereka bisa atasi, maka
gangguan-gangguan lain yang lebih besar akan mudah mereka kontrol dengan baik.
MEMBANGUN
MENTAL MODEL
“Setiap
hari, selama melewati proses menghafal al-qur’an, aku membuat jadwal dengan
rapi. Sebelum subuh adalah waktu menghafal karena memang jadwal setor hafalan
adalah setelah subuh di Masjid Manarul Ilmi, ITS. waktunya bisa beragam selama
proses menghafal al-qur’an ini. Namun kesibukan mengelola amanah dan pekerjaan
sebagai pengajar di Griya Qur’an membuatku harus membagi waktuku dengan baik
dan mengeksekusi dengan tepat agar proses menghafal 30 juz al-qur’an bisa
terselesaikan dengan baik.” Cerita Zeni melanjutkan rentetan peristiwa kisahnya
hingga berhasil menjadi seorang hafizhah.
Uraian
penjelasan Zeni ini adalah sebuah strategi penting agar kita tetap fokus. Para
saintis menyebutnya sebagai MENTAL MODEL [3, 9]. Proses dimana kita belajar
untuk mevisualisasikan apa yang akan terjadi selama keseharian kita dengan
detail. Mental model ini menjadi semacam penyaring distraksi yang mungkin akan
mengambil porsi terbesar dalam aktivitas utama kita. Tools paling mudah untuk
melakukannya adalah dengan membuat jadwal keseharian kita secara rapi dan
terencana.
Proses ini
ternyata belum lengkap jika kita belum membiasakan hal ini dalam keseharian
kita. Pertama, visualisasikan dengan detail rencana yang akan anda lakukan in
daily basis. Bayangkanlah pekerjaan-pekerjaan anda ketika sedang berkendara
menuju kantor, bersepeda menuju kampus, menggandeng tangan anak ketika
mengantar ke sekolah, hingga mandi dengan air hangat di pagi hari. Bayangkanlah
episode keseharian anda seperti rentetan sinetron yang detail dan terstruktur.
Kedua, jadilah seseorang yang tingkat sensitifitasnya tinggi. Inilah pesan yang
sering diingatkan dalam al-qur’an, yaitu BERFIKIRLAH.
Dengan
senantiasa merefleksikan apa yang kita lakukan, maka kita akan semakin jauh
dari distraksi. Para penghafal qur’an adalah contoh nyata tentang tingginya
sensitifitas mereka terhadap hal-hal kecil. Contoh menjaga pandangan adalah
salah satunya. Bagi kita mungkin kecil, tapi bagi mereka, sebuah perkara yang
besar. Ketiga, jadilah seseorang yang gampang menarasikan sebuah kejadian.
Selama proses wawancara dengan Zeni, aku menyadari kelebihannya menuangkan
sebuah narasi/cerita. Kekuatannya menyampaikan narasi dan cerita adalah
gambaran betapa kuatnya dia memperhatikan hal-hal detail yang terjadi selama
proses menghafal alqur’an. Jika anda belum terbiasa, maka berlatihlah menjadi
seseorang yang terbiasa bernarasi. Jika anda seorang ayah, berdongenglah
bersama anak anda, jika anda terlalu pendiam dan sulit mengungkapkan pemikiran
anda, maka menulislah. Kebiasaan menuangkan narasi ini justru memudahkan anda
untuk membangun mental model yang mampu menjaga fokus anda.
Selamat
mencoba dan semoga bermanfaat!
--------------------
Foto Edensor
credit to Maya Padmi
--------------------
[1] Dari Abu
Hurairah ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Penghafal Al Quran akan datang
pada hari kiamat, kemudian Al Quran akan berkata: Wahai Tuhanku, bebaskanlah
dia, kemudian orang itu dipakaikan mahkota karamah (kehormatan), Al Quran
kembali meminta: Wahai Tuhanku tambahkanlah, maka orang itu dipakaikan jubah
karamah. Kemudian Al Quran memohon lagi: Wahai Tuhanku ridhailah dia, maka
Allah meridhainya. Dan diperintahkan kepada orang itu, bacalah dan teruslah
naiki (derajat-derajat surga), dan Allah menambahkan dari setiap ayat yang
dibacanya tambahan nikmat dan kebaikan” (HR. Tirmidzi).
[2]
"Barangsiapa membaca Al-Qur'an dan mengamalkannya, menghalalkannya yang
halal dan mengharamkan yang haram, maka Allah memasukkannya ke dalam surga dan
dia boleh memberi syafaat 10 orang keluarganya yang sudah pasti masuk
neraka." (Hadist Riwayat At-Tarmidzi)
[3] Duhigh,
C., 2015, “Smarter, Faster, Better’. Random House Publishing.
[4] Mary
Henrikson, Achieving Greatness Through Goals: Tips for Managers and Staff, Nursing
for Women's Health, Volume 11, Issue 4, August–September 2007, Pages 411-415,
ISSN 1751-4851
[5] Robert
S. Gutzwiller, Christopher D. Wickens, Benjamin A. Clegg, The Role of Time on
Task in Multi-task Management, Journal of Applied Research in Memory and
Cognition, Volume 5, Issue 2, June 2016, Pages 176-184, ISSN 2211-3681,
[6] Dirkin
GR., Cognitive tunneling: use of visual information under stress
[7] Aron, A.
R.,: From reactive to proactive and selective control: developing a richer
model for stopping inappropriate responses. Biol Psychiatry. 2011 Jun 15;
69(12): e55–e68.
[8]
Morishima, Y, Okuda, J, Sakai, K.: Reactive Mechanism of Cognitive Control
System. Cereb Cortex (2010) 20 (11): 2675-2683.
[9] P. N.
Johnson-Laird (2013): Mental models and cognitive change, Journal of Cognitive
Psychology, 25:2, 131-138
--------------------
Ini adalah
salah satu tulisan dalam buku Notes From England (NFE). Salah satu bab dalam
buku ini berisi pembahasan menarik tentang CARA MEREALISASIKAN MIMPI SESEORANG.
Bukan hanya denagn paparan teori, tulisan di bab ini berisi contoh konkrit yang
pernah penulis alami maupun hasil dari wawancara dari beberapa orang-orang yang
extraordinary.
Penulis juga
sedang menyiapkan buku terbarunya "PhD Parent's Story" yang berhadiah
POSTCARD dari London lewat link berikut: Pemesanan via link berikut :
https://tinyurl.com/PO-Sleman1
(Ario Muhammad)